Lembar demi lembar kutuliskan, dengan kertas biru muda kesukaanku. Kumasukkan kedalam amplop beraroma wangi. Kemudian kutata rapi di almari kaca, dan selalu kubaca tatkala aku merindunya. Entah ini surat yang keberapa aku buat.Seperti yang lainnya, dia pria biasa saja, tapi bagiku dia sangat istimewa. Aku juga tidak tahu, mengapa aku cinta padanya. Kadangkala aku juga bingung menafsirkan perasaanku.apakah ini cinta ataukah sayang ataukah sekedar rasa simpati berlebihan. Tapi yang jelas aku tidak bisa melupakannya, setelah terjadi beberapa kali pertemuan kami. Awalnya dia sangat perhatian dan romantis, Tetapi belakangan dia mulai tidak lagi perhatian padaku. Hal itu membuatku meragukan kasih sayangnya. Dengan alasan sibuk dengan pekerjaan, sekedar pesan singkatpun tak pernah dia kirimkan. Hatiku yang sudah terjerat olehnya mulai sering protes dan tidak bisa menerima alasan itu. Permintaan sederhana yang tak pernah dia berikan. Dan hubungan kami semakin lama semakin jauh.
**
Hingga pada suatu ketika, terdengar kabar, bahwa dia pria dengan banyak wanita. Aku akui, tutur katanya sangat manis dan romantis, wanita yang diincarnya pasti akan mudah klepek-klepek dibuatnya. Pada saat itu aku sangat cemburu, marah, dan jengkel. Aku merasa telah dipermainkannya. Aku dilupakan, dan dia sibuk memperhatikan orang lain. Namun sedikit demi sedikit aku berusaha iklas melepasnya. Padahal membayangkan dia bersama dengan wanita-wanita itu saja, terasa perih bagiku. Tetapi aku bukan tipe wanita yang suka mengejar. Barangkali kebahagiannya memang dengan wanita-wanita itu.
***
Dan kini, semua ceritaku bersamanya, hanya tertuang lewat tulisan dalam surat. Surat yang tak akan pernah sampai ke alamat yang dituju. Surat yang akan menjadi pelampiasan rinduku. Surat yang akan kutulis dan kutulis lagi. Yang akan kubaca berkali-kali. Entah sampai kapan.
****
Sayangku…
Aku memupus semua asaku. Selalu menyibukkan diri agar terlepas dari bayangmu. Kadangkala aku tak kuat menahan rasa itu. Hasrat kuat ingit bertemu denganmu. Siksa rindu ini benar-benar membelenggu.
Sebenarnya aku ingin selalu menanyakan kabarmu. Namun aku urungkan kembali niatku. Aku merasa tidak berarti bagimu. Kendati begitu, aku tidak ingin marah-marah lagi padamu. Lakukan apa saja yang bisa membuatmu bahagia. Mungkin dengan wanitamu disana. Aku akan baik-baik saja. Kudoakan kamu selalu bahagia.
*****
Tidak ada komentar:
Posting Komentar